A Gift
Kai – Jihyun series
Written by Cheery
Romance ; T ; Ficlet
"Ayolah Ji~," Kai masih bersih keras.
"Tugasku belum selesai, Kai," tolak Jihyun lagi.
"Tugasku juga belum." Jihyun memutar bola mata
jengah. "Kau selalu mengutip pekerjaanku, Kai." Kai hanya tersenyum
lebar.
"Kumohon," Kai kembali memelas.
"Uh, baiklah tuan keras kepala. Tapi sebentar saja,
oke?"
"Oke, Nona Kim."
***
"Kau ingin mencari kado untuk siapa?" tanya Jihyun
setelah masuk sebuah toko.
"Seorang teman," jawab Kai.
"Seorang gadis?" tanya Jihyun lagi karena toko ini
penuh dengan benda-benda menggemaskan. Kalau saja ia membawa uang lebih,
mungkin ia akan membeli sesuatu yang lucu dari toko ini.
"Ya, teman kecilku saat masih di Daegu."
"Ah..." Jihyun mengangguk mengerti.
"Aku tidak begitu tahu seleranya. Mungkin kau tahu
selera para gadis," kata Kai sambil mengangkat bahunya.
Mata Jihyun menjelajahi toko itu dengan seksama. Ada banyak
boneka, jam dinding aneka bentuk, bingkai foto, dan benda-benda lucu lainnya.
Pandangan Jihyun berhenti pada boneka beruang besar berwarna cokelat. Jihyun
menghampiri boneka itu lalu menunjuknya, "Kai ini sangat menggemaskan.
Beruangnya cokelat seperti kau."
"Kau suka?"
"Ya. Ah, tapi ini untuk temanmu. Temanmu itu orang yang
seperti apa?" Jihyun takut kalau selera teman Kai berbeda dengan
seleranya, meskipun ia yakin gadis mana yang tidak suka dengan beruang semacam
itu.
"Dia gadis yang manis." Dahi Jihyun berkerut. Kau
baru saja memuji gadis lain di hadapan kekasihmu, Kai. "Baiklah, ambil
yang itu, dia pasti suka." Kai membawa beruang itu ke meja kasir. Ia juga
menyuruh Jihyun untuk memilih kartu ucapannya.
"Bisa kau tuliskan juga? Kau tahu tulisan tanganku
tidak terlalu bagus," minta Kai.
"Eum, baiklah. Kau ingin mengucapkan apa?" tanya
Jihyun malas. Moodnya sudah mulai memburuk.
"Happy birthday,
hope you always get your best in your life," ucap Kai.
Jihyun menulis kalimat yang diucapkan Kai dengan rapi.
"Sudah."
"Oh, tuliskan juga aku sangat merindukannya, bisakah
kita bertemu dalam waktu dekat?" Oh Kim Jong In, apa kau baru saja
mengucap kata rindu pada seorang gadis di depan kekasihmu sendiri?
"Kau yakin?"
"Kenapa tidak? Ah, aku sudah lama tidak bertemu
dengannya. Oh, tambahkan kata I love you
juga dibelakangnya."
"Baiklah." Jihyun kembali menulis.
"Selesai."
"Dia pasti semakin cantik," puji Kai.
Jihyun meletakkan bolpoinnya kasar, "Cukup! Aku mau
pulang."
***
Esok paginya saat akan berangkat ke sekolah, Jihyun masih
betah mengucap sumpah serapah yang ditujukan untuk Kai. Lelaki itu benar-benar
membuatnya kesal setengah mati. Mengatakan seorang gadis cantik, manis, dan
merindukannya di depan kekasihnya sendiri, apa otaknya masih waras?
Jihyun menutup gerbang rumahnya hendak berangkat ke sekolah
saat suara familiar terdengar menyapanya, "Pagi Nona Kim." Ya. Itu
suara Kai.
Jihyun mengabaikannya dan meneruskan langkahnya untuk pergi
ke sekolah. Uh, kenapa Kai malah bersikap biasa saja setelah kejadian kemarin?
Tidakkah ia sadar gadisnya sedang merajuk?
"Ya, Ji, kau sudah mengerjakan tugas dari Lee ssaem?"
"..."
"Oke, sesampainya di sekolah nanti aku orang pertama
yang pinjam. Jangan berikan pada siapa-siapa," suruh Kai.
Jihyun masih mengabaikannya. Kim Jong In, setidaknya kau
bertanya mengapa Jihyun mengabaikanmu, dasar tidak peka!
Seharian Jihyun mengabaikan Kai sepertinya tak berdampak
apapun pada lelaki berkulit tan itu. Ia sama sekali tak menanyakan perihal
Jihyun bersikap demikian padanya. Sampai pada hari ketiga sepertinya ia harus
bersyukur akhirnya makhluk astral itu peka juga telah diabaikan oleh
kekasihnya.
Kai terus mengikuti kemanapun Jihyun pergi dan menanyakan
mengapa Jihyun mengabaikannya. Bukankah itu sudah jelas, Tuan Kim? Ia cemburu,
bodoh! Ia cemburu kau memuji gadis lain di hadapannya. Ia cemburu kau merindukan
seorang gadis selain dirinya.
Meski Jihyun sudah biasa dengan Jongin yang terus berada di
sekitarnya, tapi ayolah, Jihyun sedang kesal dan penyebab kekesalannya berada
di sekelilingnya. Ia merasa tidak nyaman. "Ya, berhenti mengikutiku!"
sentaknya.
Seakan kebal dengan bentakan Jihyun, saat pulang sekolah pun
Kai masih membuntutinya. Sampai di rumah, Kai terus mengirimi pesan dan
menelpon Jihyun. Jihyun merasa jengah ketika ponsel hitamnya berdering untuk
yang ke dua puluh kalinya dalam setengah jam terakhir. "Ya, aku sedang
kesal padamu bodoh! Jangan menghubungiku!" ia memutus sambungan teleponnya
sepihak kemudian.
Dan benar saja, keesokan paginya, ia tak menemukan Kai yang
menyapanya di depan pagar rumah. Sesampainya di sekolah pun ia tak menemukan
lelaki itu. Sampai 3 menit sebelum bel masuk berbunyi, ia baru menemukan Kai
dengan mata kantuknya berjalan santai menuju bangku, duduk, menaruh kepala pada
kedua tangannya yang terlipat, kemudian memejamkan mata. Kebiasaan pagi khas
Kim Jongin.
Kai tidak mengikutinya lagi, dan tidak bicara sekalipun pada
Jihyun. Entahlah Jihyun harus merasa senang atau bagaimana, karena sejujurnya
ada sedikit perasaan bersalah yang menghinggapinya karena sudah membentak Kai
di telepon kemarin. Tapi, toh rasa gengsinya lebih besar. Jihyun pikir, Kai lah
yang harusnya meminta maaf, bukan dirinya.
Empat hari berselang, dan mereka belum juga berkomunikasi
sedang rasa bersalah yang menggelayuti Jihyun makin nyata. Haruskah ia meminta
maaf? Peperangan ego dalam diri gadis
itu tejadi, namun pada akhirnya rasa keras kepala lah yang lebih dominan.
Jihyun menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan
kosong. Siang tadi, Nara -salah satu teman dekatnya- bertanya apakah Jihyun
sedang bertengkar dengan Kai karena ia jarang melihat mereka bersama beberapa
hari ini. Jihyun tak bisa mengelak dan berakhir dengan menceritakan
kekesalannya terhadap Kai pada Nara.
Nara bilang, mungkin saja Kai sedang menyiapkan sesuatu yang
spesial untuknya karena mengingat kurang dari seminggu lagi adalah hari ulang
tahunnya. Jihyun menerima sugesti positif Nara dan berharap apa yang dikatakan
Nara benar adanya.
Tiga hari selanjutnya, semua berjalan normal selain
Jihyun-Kai yang masih saling bungkam. Ya, memang tiga hari terakhir ini Jihyun
lebih sering memperhatikan Kai, jika saja ada yang aneh dengan kekasihnya itu.
Tapi semua berjalan normal. Ia pulang sekolah tepat waktu, mengurus Monggu
dengan baik, sesekali pergi bermain bola dengan Sehun dan teman-teman lainnya
di lapangan dekat rumah, dan lampu kamarnya juga sudah padam tepat pada pukul
sembilan malam.
Jihyun mulai meragukan pendapat Nara tempo hari -soal Kai
menyiapkan kejutan untuknya-. Ia tidak terlihat sibuk sama sekali, bahkan
cenderung santai, padahal dua hari lagi adalah hari spesialnya. "Apa dia
lupa?" gumamnya sedih.
Tak bisa dipungkiri lagi, sudah hampir dua minggu ia dan Kai
tidak saling berkomunikasi, ia merindukan Kai, dan sangat menyesal telah
membentaknya dan menyuruh Kai untuk tidak menghubunginya. Kai benar-benar tidak
menghubunginya, bahkan tidak menyapanya saat mereka berpapasan di sekolah.
Jihyun benar-benar merindukan Kai.
Tiba saat hari ulang tahun Jihyun, gadis itu bangun seperti
biasa pada pukul lima pagi. Mengecek ponselnya yang penuh akan puluhan ucapan
selamat dari teman-teman dan saudara-saudaranya. Ia tak membuka pesan mereka
satu per satu, ia hanya mencari satu nama dalam kumpulan pesan itu. Namun
nihil, ia tak menemukan nama Kai, Kai tidak mengucapkan selamat ulang tahun
padanya.
Jihyun berjalan dengan lesu saat memasuki kelas, apa Kai
benar-benar marah padanya? Biasanya Kai selalu jadi orang pertama yang
mengucapkan selamat ulang tahun padanya, tapi sampai pukul tujuh pagi ini Kai
masih belum menampakkan batang hidungnya.
Kai tiba di kelas semenit setelah Kim seonsaengnim, untung saja Kim ssaem adalah guru paling sabar, jadi
Kai diijinkan mengikuti pelajaran. Sepanjang pelajaran Jihyun tidak bisa fokus,
ia terus memperhatikan Kai yang duduk dua baris di depannya. Hari ini Kai
benar-benar terlihat sangat biasa, yang mengakibatkan Jihyun lebih yakin bahwa
Kai melupakan ulang tahunnya.
Banyak teman sekelas yang mengucapkan selamat pada Jihyun,
Kai? Entahlah, tapi bocah itu bertingkah seakan tak ada kejadian apapun yang
menarik perhatiannya.
Sepulang sekolah, Jihyun mendapat kejutan kecil dari
teman-teman dekatnya -Nara, Hyesung, dan Minji. Mereka memberi mini tart dengan
beberapa lilin kecil diatasnya serta beberapa hadiah.
Sesampainya di rumah, Jihyun juga mendapat tart cokelat
besar dari orang tuanya dan ia senang bukan kepalang mengetahui sepupu
kesayangannya yang sedang kuliah di California tau tau sudah duduk malas sambil
menonton televisi di ruang keluarga.
"Oppa!"
teriaknya girang.
"Hi, darling.
Happy birthday~" balas Park
Chanyeol -sepupunya sumringah.
"Kenapa tidak bilang akan ke Seoul?" tanya Jihyun
kemudian keduanya berpelukan.
"It's surprise,
Honey," jawab Chanyeol.
"Oh, jadi kau sekarang bicara dengan bahasa Inggris,
hm?" ledek Jihyun karena Chanyeol belum mengucap kata dengan bahasa Korea
sedari tadi. Chanyeol hanya terkekeh ringan lalu mengusap kepala Jihyun.
"Ayo kita makan tartmu, cokelatnya sangat enak, aku
sudah mencicipinya tadi."
"Yah! Oppa!
Bahkan lilinnya belum dinyalakan!"
---
Jihyun bahagia hari ini, ia mendapat banyak perhatian dari
teman-teman dan keluarganya. Tapi ada sesuatu yang mengganjal hatinya,
kebahagiaannya terasa belum lengkap. Oh, yeah, tentu saja Kim Jong In, memang
siapa lagi? Perlu kalian tahu bahwa sekarang sudah menunjukkan pukul sembilan
lewat dan makhluk yang tinggal di samping rumahnya itu belum juga mengucapkan
selamat ulang tahun pada Jihyun.
Terhitung mulai pukul tujuh malam tadi, Jihyun berharap
setidaknya Kai mengiriminya pesan ucapan selamat. Ia tahu ia memang egois dan
terlalu err.. oke, cemburu pada Kai. Ia menyesal. Benar-benar menyesal. Ia
tidak tahu bagaimana cara memperbaiki hubungannya dengan Kai. Kalau tahu akan
begini, ia pasti tidak akan membentak Kai waktu itu.
Jihyun memejamkan matanya sambil mencari cara agar
hubungannya dengan Kai bisa kembali membaik. Ia lelah berada dalam situasi
seperti ini, ia benar-benar merindukan Kai. Cukup lama Jihyun berpikir, tanpa
sadar ia pun terlelap.
---
Jihyun terbangun karena mendengar deringan ponsel. Tangannya
sibuk mencari-cari ponsel yang ia letakkan di sembaran tempat. Ketemu. Ia
sempat melirik sekilas jam dinding warna pinknya sebelum memejamkan mata lagi.
23.55. Orang sialan mana yang menelponnya di tengah malam begini?. Jihyun janji
akan menghujaninya sumpah serapah jika alasannya benar-benar tidak penting!
"Yeoboseyo,"
ucapnya malas.
"..."
"Yeoboseyo,"
ulangnya lagi agak keras.
"..."
"Ya! Sialan!
Kalau tidak penting akan ku-" ucapan Jihyun terpotong seketika ia
mendengar nada dari tuts tuts yang dirangkai menjadi lagu selamat ulang tahun.
Jihyun hanya diam sampai lagu itu selesai, menikmatinya meskipun ia sempat
terkekeh saat orang di seberang sana memencet tuts yang salah.
"Ji," suara dari seberang telepon menyapanya.
Jihyun terpaku. Ini suara yang ia kenal, ini suara yang ia rindukan, ini suara
Kim Jongin. Segera ia melihat layar ponselnya dan benar saja, nama Kai memang
tercetak jelas disana sedang menghubunginya. Bodohnya ia tak mengecek dulu.
"Jihyun," ulang Kai lagi yang berhasil menyadarkan
Jihyun.
"Ya?"
Terdengar helaan nafas dari Kai, "Hh, syukurlah. Ku
kira kau ketiduran."
"Tidak, Kai,"
"Aku sedang di balkon sekarang, bisa kau
melihatku?" minta Kai.
Jihyun langsung beranjak dari kasurnya, menyibakkan tirai
dan keluar menuju balkon kamarnya. Ia terpaku melihat balkon kamar Kai yang
dihiasi dengan aneka balon dan pita. Ada tulisan "Selamat Ulang Tahun Kim
Jihyun" dengan font yang lumayan besar. Kai sendiri tersenyum sambil
memegang pianika yang kalau Jihyun tidak salah ingat, itu adalah pianika sejak
jaman mereka di sekolah dasar. Kai menggunakannya untuk melantunkan medley
happy birthday tadi.
"Hi, apa kau
keberatan jika aku memintamu kemari dan merayakan hari ulang tahunmu?"
tanya Kai dengan ponsel masih menempel di telinganya.
Jihyun meresponnya lambat, tapi tersenyum pada akhirnya dan segera
menuju rumah Kai. Jihyun menutup mulutnya dengan sebelah tangan ketika sampai
di balkon kamar Kai. Kini Kai memegang kue sederhana dengan lilin angka satu
dan tujuh di atasnya.
"Happy birthday,
Baby. Buatlah permohonan," ucap Kai lembut. Jihyun menurut lalu meniup
lilin pada kuenya.
"Ini, kado untukmu," Kai menyerahkan sebuah kado
yang ukurannya cukup besar.
Jihyun menerimanya, "Apa ini?"
"Buka saja."
Jihyun membuka bungkus kadonya, menemukan sebuah kartu
ucapan disana sebelum membuka keseluruhan isi kado.
Happy birthday, hope
you always get your best in your life. I miss you and I love you.
Jihyun kenal dengan tulisan ini. Ini bukan tulisan buruk Kai
melainkan tulisan rapi miliknya. Ia mengernyit, jangan-jangan...
Jihyun merobek bungkus kado secara brutal yang kemudian
mendapat umpatan Kai, "Ya!
Pelan-pelan. Aku membungkusnya susah payah." Dan benar saja, ia menemukan
boneka beruang besar berwarna cokelat dan ia benar-benar tak habis pikir.
Bagaimana bisa?
"Bukankah ini.."
Kai mengangguk dan tersenyum lembut, "Kau suka?"
Jujur saja, Jihyun benar-benar ingin menangis sekarang,
"Jadi selama ini?" Jihyun merutuki dirinya. Bagaimana bisa dia
cemburu pada dirinya sendiri? Ia benar-benar merasa bodoh.
Kai memeluknya, menghirup aroma shampoo strawberry Jihyun
yang masih dipakainya semenjak sekolah dasar, "Aku merindukanmu."
Jihyun sesenggukan dalam dekapan Kai. Ia kesal, terharu,
senang, dan entah perasaan apalagi yang ia rasakan sekarang. "Kau
menangis?" tanya Kai melepas pelukannya.
"Kau menyebalkan Kim Jongin! Kau benar-benar
menyebalkan! Aku membencimu! Kau tidak tahu betapa frustasinya aku selama dua
minggu ini, hah?! Ku pikir kau marah padaku. Kau menghiraukanku! Bahkan kau
baru mengucapkan selamat ulang tahun lima menit sebelum hari ini berlalu! Kau
sungguh menyebalkan!" Jihyun menumpahkan semua perasaannya sambil
menangis.
"Uljima,"
Kai mengusap air mata Jihyun dengan kedua ibu jarinya. "Maaf."
"Ku pikir kau berselingkuh dengan teman Daegu-mu
itu," ungkap Jihyun dengan nada takut.
Kai hanya tertawa ringan menanggapi kekhawatiran gadisnya,
"Tidak akan, Ji. Lagi pula aku tidak pernah tinggal di Daegu, aku tinggal
di Busan sebelum pindah ke sini. Ku pikir kau juga tahu."
Jihyun menepuk jidatnya, "Benar! Kenapa aku bisa lupa.
Aish, tetap saja kau menyebalkan, Kai. Ini bahkan sudah lewat sepuluh menit
dari hari jadiku. Kau benar-benar orang terakhir yang mengucapkan, cih,"
Kai terseyum lagi, senyum yang Jihyun rindukan. Jihyun
sangat bersyukur, Kai tidak marah padanya, hubungan mereka membaik, Kai
mengingat ulang tahunnya dan bahkan memberikan kejutan manis di penhujung hari.
Oh, yeah, benar-benar penghujung.
Kai menatap kedua iris Jihyun lekat, "Aku sudah sering
menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untukmu, menurutku
itu terlalu biasa. Maka dari itu, untuk kali ini aku menjadi orang terakhir
yang mengucapkannya, aku ingin menjadi pria terakhir dalam hidupmu juga."
Jihyun ikut tertular senyum lembut Kai. Di keadaan lain,
mungkin Jihyun akan menertawai Kai jika berkata demikian, mengatai Kai makhluk
paling gombal, atau menyuruh Kai untuk menyimpan rayuan murahannya. Tapi tidak
untuk kali ini, ia tak ingin merusak momen romantisnya bersama Kai.
Kai menuntun Jihyun ke dalam dekapannya kembali, "Aku
merindukanmu," ucap Kai untuk yang kedua kalinya. Jihyun mengangguk. Ya,
ia paham, karena ia juga merasakan hal yang sama. Hanya hening yang menyelimuti
mereka beberapa saat.
Sampai akhirnya..
"YA! Park
Jihyun! Apa yang kau lakukan tengah malam begini dengan seorang namja?" pekik Chanyeol yang berdiri
di balkon kamar Jihyun, berhasil membuat keduanya melepas pelukan mereka.
"Ups, kurasa
aku lupa menutup pintu kamarku saat keluar tadi."
"Ck, hyung
itu kenapa muncul disaat yang tidak tepat, sih?"
-FIN-